Eksperimen Kognitif dengan anak - anak penyandang autisme
Mereka yang ingin menolong penyandang autisme perlu mengerti bahwa bukan hanya perkembangan mereka yang lebih lambat, tapi juga perkembangannya " tidak biasa " ada gangguan " kualitatif " lain. Bagaimana kita memahami masalah - masalah yang tidak biasa ini, yaitu masalah pemaknaan dan pemahamaan?
Para peneliti Inggris, Hermelin dan O' Connor, pertama kali mempublikasikan penemuan penting mereka pada tahun 1970 dalam buku Psychological Esperiments with Autistic Children. Penelitian mereka sederhana dan mengagumkan. Mereka meminta tiga kelompok anak - anak dengan usia mental yang sama ( anak - anak penyandang autisme, anak - anak biasa dan anak - anak cacat mental tanpa autisme ) untuk mengerjakan beberapa tugas. Mereka memutuskan untuk memilih anak - anak autistik tanpa cacat mental karena ini memberi mereka kesempatan yang terbaik untuk mendapatkan suatu gambaran autisme murni, yaitu, yang tidak disulitkan oleh suatu keterbelakangan mental yang terkait. Secara normal orang berharap bahwa dalam eksperimen seperti ini anak - anak pada usia mental yang sama akan memiliki tingkat pencapaian yang sama.
Karena itu mereka membuat hipotesis dan dapat membangun eksperimen - eksperimen yang serupa. Jika semua eksperimen menguatkan hipotesis awal, ini dapat dianggap sebagai pembuktian ilmiah.
Kemampuan yang terbatas untuk memaknai gestur/gerak isyarat.
Serangkaian pengujian kognitif belakangan ini menguatkan kesulitan - kesulitan yang berkaitan dengan pemaknaan ini. Pengujian - pengujian ini di rancang dengan cara yang sama seperti pengujian sebelumnya, dilakukan pengukuran prestasi tiga kelompok anak - anak ; satu kelompok autistik, satu kelompok cacat mental, dan kelompok ketiga terdiri dari anak - anak biasa, semua dengan usia mental 5 tahun ( Attwood dkk., 1986).
Para peneliti tersebut mendapati bahwa anak - anak penyandang autisme menggunakan gestur " instrumental " sama banyak seperti yang digunakan oleh dua kelompok lainnya. Gestur - gestur itu sangat "ikonis" ( terdapat hubungan yang jelas antara gambar dan makna). Bagaimanapun, ketika rangkaian kedua yaitu, "gestur ekspresif", diujikan, para peneliti menemukan bahwa anak - anak penyandang autisme tidak menggunakannya sama sekali, meskipun anak - anak biasa dan khususnya mereka yang menyandang down syndrome, tidak memiliki kesulitan tertentu dalam penggunaannya.
Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan antara kedua jenis gestur ini pasti terletak pada kepelikanny. Seseorang tidak dapat melihat dampak gestur "ekspresif" secar langsung ; gestur ini digunakan untuk mengungkapkan emosi dan keadaan pikiran yang kompleks / rumit. Meski demikian kita mungkin juga mengartikan temuan - temuan ini secara berbeda. "Gestur ekspresif" jauh lebih sulit untuk diidentifikasi bagi anak - anak yang mengalami kesulitan untuk memahami hal - hal yang melebihi pemahaman harfiah mereka.
Sumber : buku panduan autisme lengkap, Theo Peetrs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar