Minggu, 15 April 2012

Pekerjaan yang memakai media komputer selain bidang psikologi

Pada sekarang ini, komputer merupakan suatu alat yang bisa membantu mengerjakan tugas atau apapun. Tidak hanya bidang teknologi informasi saja yang memakai komputer untuk menjalankan tugas-tugasnya tapi dibidang-bidang lainnya pun sudah memakai komputer. Dibidang psikologi, komputer bisa membantu menjalankan tugasnya, media komputer bisa dipergunakan untuk menyimpan data klien oleh psikolog, mencari jurnal-jurnal oleh mahasiswa maupun para pengajar, dan lain-lainnya. Tidak hanya dibidang psikologi saja yang menggunakan media komputer untuk membantu menjalankan tugas-tugasnya. Guru pada zaman sekarang ini juga sudah banyak yang mempergunakan media atau alat komputer untuk menyampaikan materi kepada para siswa-siswanya.
Pada bidang pendidikan, juga sudah menggunakan komputer sebagai media mengajar. Tidak hanya sekedar memberikan materi kepada siswa, tapi dilihat juga unsur psikologisnya. Dengan memperhatikan unsur psikologis, maka guru bisa motivasi belajar, maupun motivasi berprestasi siswa diharapakan muncul. Karena dengan memberikan unsur psikologis maka diharapkan siswa menjadi semangat belajar.

Kamis, 22 Maret 2012

SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI

PERBEDAAN ANTARA JOBSTREET.COM DAN JOBINDO.COM

Di dalam jobstreet.com, kita sebelum melihat lowongan kerja yang tersedia, kita diharuskan untuk login terlebih dahulu. Setelah itu kita baru bisa melihat lowongan-lowongan kerja yang tersedia di jobstreet. Tidak hanya lowongan-lowongan kerja saja tapi juga ada informasi-informasi penting yang ada di jobstreet tersebut.
Selain itu kita juga bisa melihat lowongan kerja yang dekat dengan tempat tinggal kita. Dan setiap daerah tersebut terdapat juga lowongan-lowongan kerja tersebut. isi dari jobstreet.com itu sangat simple, disana sudah ada daftar lowongan-lowongan kerja sebelum kita login di jobstreet.com, dan untuk lebih lengkapnya kita diharuskan untuk login terlebih dahulu. Selain itu di jobstreet.com pekerjaan yang tersedia itu sudah langsung di cantumkan perusahaan yang sedang membutuhkan pekerjaan tersebut.
Di jobstreet.com ini pekerjaan yang tersedia cukup banyak pilihan. Dan terdapat pula position levels. Dan juga terdapat location yang hendak kita mau daftar pekerjaan.
Sedangkan di jobindo.com setelah kita login kita langsung melihat daftar pekerjaan yang tersedia di jobindo.com. Di jobindo.com ini kita bisa langsung mencari pekerjaan yang kita inginkan serta lokasinya. Di setiap lowongan pekerjaan yang tersedia di sana juga di cantumkan latar belakang pendidikannya dan salary yang bisa kita terima,tapi tidak semua lowongan pekerjaan yang memberitahu salarynya. Nama perusahaan yang membutuhkan juga di cantumkan di jobindo.com. Tampilan situs jobindo.com ini lebih simple dari jobstreet.com, di jobindo.com tidak terlalu banyak iklan, sedangkan di jobstreet.com terdapat iklan-iklan di samping tampilannya.

Senin, 28 November 2011

MEMBANDINGKAN APLIKASI

MEMBANDINGKAN PENGGUNAAN FASILITAS

1.Email : Gmail vs Yahoo

Menurut saya secara tampilan layout gmail lebih mudah untuk dipelajari ketimbang yahoo yang agak sulit. Gmail didukung oleh google yang merupakan alat pencari alamat website yang paling sering dipakai orang didunia ini. Dalam Yahoo terdapat berita-berita maupun gosip gosip dan itu dapat dilihat saat pertama kali kita mengakses link yahoo. Dari variasi warna yahoo lebih cerah dibandingkan gmail. Dalam yahoo saat men-download file disana terdapat anti virus. Pada kedua email ini terdapat fasilitas chatting. Kalau dig mail itu bernama G-Talk sedangkan di yahoo bernama Yahoo messanger. Sama – sama memiliki fasilitas perlindungan spam. Dalam kedua applikasi email ini terdapat attachment file tapi terdapat perbedaan isi kalau di Gmail max 20 MB sedangkan di yahoo max 25 MB. Pada yahoo, lay out folder sedikit teroganisir daripada Gmail.

2. Social Network : twitter vs facebook

Facebook sudah terjangkau oleh siapapun. Mulai dari orang tua yang mencari teman sma atau pun teman smp-nya, sampai anak – anak SD yang juga sudah mulai mempunyai account facebook. Dalam pertemanan pada facebook harus mendapatkan konfirmasi terlebih dahulu dari pengguna lainnya, sedangkan dalam twitter pengguna dapat mengikuti pengguna lain tanpa harus ada konfirmasi terlebih dahulu. Dalam facebook kita bisa membuat group ataupun fan page sedangkan di twitter tidak bisa membuat group ataupun fan page. Di twitter kita dapat merubah background sesuka yang mempunyai account tersebut sedangkan di facebook hanya dapat merubah photo profile yang di twitter juga bisa dirubah. Dalam jumlah meng-upload photo facebook bisa lebih banyak dibandingkan twitter. Di facebook terdapat aplikasi game dan terlalu banyak iklan – iklan yang tampil sedangkan di twitter tidak ada aplikasi game maupun iklan – iklan seperti di facebook. Dalam meng-update status twitter lebih dibatasi bila dibandingkan facebook.

3. Instant messaging : BlackBerry messanger vs Whatsapp

Untuk mengaktifkan BBM, itu menggunakan PIN yang tertera dalam handphone sedangkan whatsapp hanya menggunakan nomer telepon untuk mengaktifkannya. Di BBM biasanya banyak orang yang mempromosikan barang atau menjual barang layak seperti dalam facebook tetapi di whatsapp tidak bisa promosi barang jualan. Di BBM bisa membuat group dan di whatsapp juga bisa membuat group yang sama seperti bbm. Keburukan dari bbm orang yang invite bisa melalui bbm group sedangkan di whatsapp tidak. Whatsapp dan bbm sama-sama bisa mengirim photo dan video.

ASPEK PSIKOLOGIS TEKNOLOGI INTERNET

Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini internet sangatlah membantu untuk segala hal. Mulai dari komunikasi, menjalin pertemanan, serta bertemu dengan kawan lama yang tidak atau susah ditemukan dalam internet kita bisa menemukan orang yang kita cari. Dan penggunaan internet selalu ada pro dan kontra, itu tergantung dari penggunaan masing-masing pihak yang menggunakan internet. Seharusnya dengan kemajuan yang sudah dialami pada zaman sekarang dibandingkan zaman dahulu kita harus bisa memanfaatkannya dengan baik. Dan penggunaan internet yang mudah di pakai oleh semua orang. Dengan mudahnya di jangkau oleh semua orang maka akan muncul pro dan kontra. Karena sudah banyak kejadian – kejadian yang seharusnya tidak terjadi karena keasikan berinternet. Dari anak-anak sampai para orang tua sudah mulai asik berinternetan. Dan seharusnya untuk anak-anak dengan kemajuan ini mereka bisa memanfaatkannya dengan baik. Tetapi karena banyak stimulus-stimulus yang diinternet membuat anak-anak tidak melihat sisi positif dari mereka berinternetan. Mereka asik dengan games yang hanya melatih atau mempengaruhi otak mereka untuk melakukan apa yang lihat dari games tersebut. Dan untuk orang tua juga jangan ketinggalan zaman. Karena anak-anak pada zaman sekarang sudah mulai pintar untuk membohongi orang tua mereka. Dan orang tua harus memberikan pelajaran kepada anak-anak mereka. Sehingga saat menggunakan internet sang anak tidak hanya digunakan untuk bermain games yang kebanyakan dari games tersebut hanya melatih agresi mereka.

Jumat, 13 Mei 2011

TUGAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

1) Apakah stress itu?
 
  Istilah stres dikemukakan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan – tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak saja kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antar ketiganya (Prawitasari, 1989). Karena terlalu banyaknya definisi mengenai stres, maka Sarafino(1994) mencoba mengkonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan, yaitu stimulus, respons, dan proses

2) Apa kaitan stres dengan psikologi lingkungan?
 
  Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stres dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu. Cara penyesuian atau pengatasan masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam. Pegandaian kedua adalah bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stres psikologi yang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak.
  Kaitan antara stres dengan psikologi lingkungan adalah sangat erat hubungannya karena dalam psikologi lingkungan membahas tentang kepadatan, kesesakan dan lain sebagainya. Hal tersebut bisa menimbulkan stres terhadap orang yang tidak siap dalam menghadapi berbagai hal. Secara psikologis orang tersebut merasa tertekan dengan adanya kepadatan serta kesesakan.

3) Apakah stres bisa mempengaruhi perilaku individu dilingkungan?dan bagaimana hal itu bisa terjadi dan berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
 
  Stres bisa mempengaruhi perilaku individu di lingkungannya hal tersebut bisa terjadi karena seseorang yang merasa dirinya sangat tertekan. Contohnya adalah seseorang yang dalam lingkungannya tidak disenangi oleh tetangganya, hal tersebut lama kelamaan akan membuat orang tersebut merasa tertekan dan akan berakibat stres. Contoh lainnya adalah orang yang memakai kendaraan pribadi bisa mengalami stres karena kepadatan dan kesesakan yang terjadi, tidak bisa dipungkiri dengan semakin banyaknya kendaraan pribadi yang lewat dan jalan yang semakin menyempit bisa juga mengakibatkan stres.


Minggu, 08 Mei 2011

Teknologi mempengaruhi tingkah laku seseorang

Teknologi pada zaman sekarang sangatlah maju. Jika dibandingkan dengan masa lalu sangatlah jauh berbeda. Seiring dengan kemajuan teknologi itu sangat membantu manusia dalam segala aspek. Teknologi sangat berperan sekali bagi kehidupan manusia. Dengan teknologi manusia bisa melakukan hal apa saja yang mereka inginkan. Bahkan penjahat sekali pun yang ingin melakukan aksinya sudah banyak melakukan dengan teknologi yang sangat maju begitu pesatnya. Kemajuan teknologi sangatlah banyak sekali misalnya dalam hal komunikasi, pada zaman dulu kalau mau berinteraksi tidak semudah zaman sekarang, yang hanya tinggal menekan beberapa digit nomer kita bisa langsung berkomunikasi dengan orang yang dituju. Tapi pada zaman dulu masih menggunakan surat menyurat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dan masih banyak lagi kemajuan teknologi yang diciptakan oleh manusia.
 Televisi merupakan sebagian kecil dari kemajuan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Televisi adalah sebuah benda dimana manusia bisa melihat orang yang berbicara serta melihat orangnya tersebut. Pada zaman dulu tidak banyak orang mempunyai televisi hanya sebagian orang saja yang mempunyai televisi. Dan televii juga merupakan bentuk kemajuan teknologi ketika dulu hanya terdapat radio, penemu dari televisi merasa bosan dengan hanya bisa mendengarkan suara dari penyiar radio. Maka dari itu ia menciptakan suatu benda yang tidak hanya bisa mendengarkan saja tapi juga bisa melihat orang yang berbicaranya.
 Pada awal terciptanya televisi warna yang mucul hanya dua warna yaitu hitam dan putih. Itu bertahan hingga puluhan tahun sampai pada akhirnya televisi pun sudah berubah tidak hanya berwarna hitam dan putih saja. Tidak hanya dari segitu warna yang berubah dari segi bentuk pun mengalami perubahan yang sangat signifikan sekali. Mungkin pada zaman dahulu televisi sangat besar sekarang televisi sudah banyak atau mungkin sudah hampir semua televisi pada zaman sekarang berlayar datar dan bermodel flat.
 Televisi diciptakan untuk membuat orang-orang yang melihatnya merasa jadi terhibur dengan adanya televisi tersebut. Meskipun pada awal-awal kemunculannya hanya mempunyai dua warna. Toh banyak masyarakat yang senang menonton acara di televisi. Sampai sekarang fungsinya tidak berubah yaitu sebagai sarana hiburan. Di Indonesia isi dari tontonan televisinya sangat banyak yang tidak mendidik pada zaman sekarang. Pada zaman dahulu televisi banyak acara yang mendidik. 
 Untuk sekarang ini hanya sedikit atau mungkin tidak ada acara yang bisa mendidik anak-anak. Tontonan anak-anak banyak yang mengajarkan hal-hal yang sangat tidak baik untuk ditonton oleh anak-anak. Banyak kejadian anak-anak menjadi lebih agresif sesudah menonton film-film action yang tidak diawasi oleh orang tua. Maka dari tidak heran bila pada zaman sekarang banyak anak-anak kecil yang sudah berani melawan orang tua, berkelahi dengan teman sepermainnya, memalak, berbohong, dan melakukan hal yang lainnya.
 Dan banyak juga anak-anak yang masih dibawah umur melakukan hal yang tidak wajar dilakukan seusia mereka. Mereka sudah berani melakukan hubungan suami istri terhadap temannya. Mereka bisa melakukan hal tersebut mungkin dari teknologi yang tidak dimanfaatkan secara benar dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya. sehingga seharusnya orang tua juga mesti tahu dengan kemajuan teknologi pada zaman sekarang. seorang anak bisa lebih agresif dengan melihat dan mencontoh apa yang ia lihat. bila tidak diawasi oleh orang tua maka agresif anak semakin menjadi.  


Rabu, 20 April 2011

PRIVASI, PERSONAL SPACE ( RUANG PERSONAL), TERITORIALITAS.

PRIVASI
 
  Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986). 
  Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. 
  Altman (1975), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengotrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama, unit sosial yang digambarkan bias berupa hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu ke pihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukkan suatu kontrol yang selektif atau suatu proses yang aktif dan dinamis.
  Dalam hubungan dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat – saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah ) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal itu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut : 

Perilaku verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya.
Perilaku non-verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.
Mekanisme kultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adapt istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975;Altman & Chemers dalam Dibyo Hartono, 1986).
Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Sommer (dalam Altman, 1975) mendefinisikan beberapa karakteristik ruang personal. Pertama, daerah batas diri yang diperbolehkan dimasuki oleh orang lain. Ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi individu sehingga tidak kelihatan oleh orang lain.
Teritorialitas
Pembentukan kawasan territorial adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.

  Sementara itu Marshall (dalam Holahan, 1982); Sarwono (1992) berusaha membuat alat yang berisi serangkaian pernyataan tentang privasi dalam berbagai situasi (dinamakan Privacy Preference Scale) dan ia menemukan adanya enam jenis orientasi tentang privasi yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu tingkah laku menarik diri (withdrawal) dan mengontrol informasi (control of information). Tiga orientasi yang termasuk dalam tingkah laku menarik diri adalah solitude (keinginan untuk menyendiri), seclusion (keinginan untuk menjauh dari pandangan dan gangguan suara tetangga serta kebisingan lalu lintas) dan intimacy (keinginan untuk dekat dengan keluarga dan orang-orang tertentu, tetapi jauh dari semua orang lain). Tiga orientasi lain yang termasuk dalam tingkah laku mengontrol informasi adalah anonymity (keinginan untuk merahasiakan jati diri), reserve (keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain) dan not-neighboring (keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga).
  Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain, dengan cara mendekati atau menjauhi. Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu. Menurut Sarwono (1992) privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya.

1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI

   Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, faktor budaya.

FAKTOR PERSONAL. Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy.
FAKTOR SITUASIONAL. Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasaan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
FAKTOR BUDAYA. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).

2. PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU

   Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
   Maxine wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakkan.
   Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Keterbukaan membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas dengan orang lain dalam banyak situasi.
   Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada diungkapkan oleh Westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari.
   Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.
PERSONAL SPACE (RUANG PERSONAL)
   Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa studi personal space merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka berkelahi, terbang, dan jarak sosial antara yang satu dengan yang lain. Kajian ini kemudian ditransformasikan dengan cara membentuk pembatas serta dapat pula diumpamakan semacam gelembung yang mengelilingi individu dengan individu lain.
   Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak atau daerah disekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
   Menurut Edward T. Hall, seorang antropog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yang meliputi : jarak intim, jarak personal, jarak sosial, jarak publik. Kajian ini kemudian dikenal dengan istilah Proksemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi (dalam Altman, 1975).

TERITORIALITAS

   Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.


ELEMEN-ELEMEN TERITORIALITAS
   Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
1. kepemilikan atau hak dari suatu tempat;
2. personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu;
3. hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar dan;
4. pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasaan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.


  Hubungan antara privasi, ruang personal, dan teritorialitas dengan psikologi lingkungan yaitu : berdasarkan pengertian masing-masing dapat disimpulkan bahwa manusia memerlukan privasi untuk dirinya sendiri dan agar orang lain tidak tahu serta manusia membutuhkan ruang personal agar mereka bias terlepas dari kepenatan dan kesesakan dan bias menjadi suatu tempat dimana manusia menarik dirinya dari kerumunan orang sekitarnya serta manusia juga memerlukan teritorialitas yang dimana mereka mempunyai tempat untuk dirinya sendiri.


Sumber : Prabowo, H. 1998. Arsitektur, psikologi dan masyarakat. 


Senin, 28 Maret 2011

kepadatan dan kesesakan

Kepadatan

Pengertian kepadatan

  Kepadatan atau density ternyata mendapat perhatian yang serius dari para ahli psikologi lingkungan. Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrightsman & Deaux , 1981). Atau sejumlah individu yang berada disuatu ruangan atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik ( Holahan, 1982 ; Heimstra dan Mcfarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya ( Sarwono, 1992). Dari pengertian para tokoh diatas dapat disimpulkan kepadatan adalah sejumlah individu yang berada disuatu ruangan atau wilayah tertentu dan bila jumlah manusia pada suatu ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya maka akan terjadi suatu kepadatan. 
  Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Secara rinci hasil penelitian Calhoun (dalam Setiadi, 1991) menunjukkan hal – hal sebagai berikut: pertama, dalam jumlah yang tidak padat (kepadatan rendah), kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal. Tikus-tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan, dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah. Kedua, dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali, ternyata memberikan dampak negatif terhadap tikus-tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.
  Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci : bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi : bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku social : dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas) ? hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan. Dan hal-hal tersebut adalah : 
• Ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
• Peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong menolong sesama anggota kelompok.
• Terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks. 

  Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.

Kategori kepadatan

  Menurut Altman (1975), didalam studi sosiologi sejak tahun 1920-an, variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indikator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus, jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal, jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain. Sedangkan Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur-unsur yaitu jumlah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.
  Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang, dan kepadatan sosial ( social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu. 

Akibat-akibat kepadatan tinggi 

   Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain. 
   Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja ( Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987).

Akibat secara psikis antara lain : 
• Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres ( Jain, 1987) dan perubahan suasana hati ( Holahan, 1982).
• Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).
• Perilaku meolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi ( Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982).
Kesesakan 

   Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan yang lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
   Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Pendapat lain datang dari Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. 
   Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan 

   Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, sosial, fisik yang akan dibahas satu per satu.
Faktor personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah : kehadiran dan perilaku orang lain, formasi koalisi, kualitas hubungan, dan informasi yang tersedia.
Faktor fisik. Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan didalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah, dan suasana sekitar rumah.

Pengaruh kesesakan terhadap perilaku

  Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada di dalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya, gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan ( Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologis (psychological withdrawal), dan menurunnya kualitas hidup ( Freedman, 1973).
  Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang tidak menyenangkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak berpengaruh negatif terhadap subjek penelitian.



Sumber : Hendro Prabowo, Arsitektur, psikologi dan masyarakat