Senin, 28 Maret 2011

kepadatan dan kesesakan

Kepadatan

Pengertian kepadatan

  Kepadatan atau density ternyata mendapat perhatian yang serius dari para ahli psikologi lingkungan. Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrightsman & Deaux , 1981). Atau sejumlah individu yang berada disuatu ruangan atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik ( Holahan, 1982 ; Heimstra dan Mcfarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya ( Sarwono, 1992). Dari pengertian para tokoh diatas dapat disimpulkan kepadatan adalah sejumlah individu yang berada disuatu ruangan atau wilayah tertentu dan bila jumlah manusia pada suatu ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya maka akan terjadi suatu kepadatan. 
  Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Secara rinci hasil penelitian Calhoun (dalam Setiadi, 1991) menunjukkan hal – hal sebagai berikut: pertama, dalam jumlah yang tidak padat (kepadatan rendah), kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal. Tikus-tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan, dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah. Kedua, dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali, ternyata memberikan dampak negatif terhadap tikus-tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.
  Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci : bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi : bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku social : dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas) ? hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan. Dan hal-hal tersebut adalah : 
• Ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
• Peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong menolong sesama anggota kelompok.
• Terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks. 

  Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.

Kategori kepadatan

  Menurut Altman (1975), didalam studi sosiologi sejak tahun 1920-an, variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indikator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus, jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal, jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain. Sedangkan Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur-unsur yaitu jumlah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.
  Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang, dan kepadatan sosial ( social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu. 

Akibat-akibat kepadatan tinggi 

   Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain. 
   Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja ( Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987).

Akibat secara psikis antara lain : 
• Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres ( Jain, 1987) dan perubahan suasana hati ( Holahan, 1982).
• Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).
• Perilaku meolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
• Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
• Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi ( Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982).
Kesesakan 

   Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan yang lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
   Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Pendapat lain datang dari Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. 
   Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan 

   Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, sosial, fisik yang akan dibahas satu per satu.
Faktor personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah : kehadiran dan perilaku orang lain, formasi koalisi, kualitas hubungan, dan informasi yang tersedia.
Faktor fisik. Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan didalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah, dan suasana sekitar rumah.

Pengaruh kesesakan terhadap perilaku

  Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada di dalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya, gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan ( Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologis (psychological withdrawal), dan menurunnya kualitas hidup ( Freedman, 1973).
  Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang tidak menyenangkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak berpengaruh negatif terhadap subjek penelitian.



Sumber : Hendro Prabowo, Arsitektur, psikologi dan masyarakat 


Jumat, 25 Maret 2011

Analisis sifat manusia menurut letak geografis dengan dimana dia tinggal

  Berbicara adat istiadat serta kebiasaan orang Betawi sangatlah beragam. Dari banyaknya adat istiadat serta kebiasaan orang Betawi tidak bisa diungkapkan satu per satu karena terlalu beragam adat istiadat tersebut. Dari sekian banyaknya keanekaragaman budaya serta adat istiadat orang Betawi tidak semua bisa diketahui. Dan orang Betawi terkenal dengan ramah terhadap tetangga dan bersikap jujur.

  Orang Betawi juga identik kalau berbicara sering berguyon atau bercanda. Jarang orang Betawi berbicara serius karena orang Betawi senang dengan bercanda. Dan yang khas dari orang Betawi adalah rajin sholat lima waktu serta menggaji setelah sholat maghrib. Dan orang Betawi tidak pernah bahkan tidak ada yang berani melawan orang tua, mereka selalu menuruti apa yang dikatakan oleh orang tua. Tidak pernah membantah apalagi untuk melawannya. Orang Betawi selalu berpegang teguh dengan ajaran islam.

  Salah satu yang khas dari orang Betawi adalah sikap jujurnya yang sangat tinggi kepada siapa saja. Contohnya dalam adegan film “si doel anak sekolahan” dimana ada adegan mas karyo yang diperankan oleh alm. Basuki mencoba mengajari bang Mandra untuk berbohong kepada mak nyak ( ibunya si doel dan mpoknya bang Mandra ). Saat itu bang Mandra memang sangat butuh duit untuk membelikan sesuatu untuk pacarnya tapi uang bang Mandra tidak cukup untuk membelikan barang tersebut. Mas karyo menyuruh bang Mandra untuk mengambil uang dari setoran narik oplet. 

  Tapi disitu bang Mandra merasa ketakutan saat mengasih uang setoran kepada mak nyak. Karena ia telah mengambil beberapa jumlah uang dari hasil setoran tadi untuk membelikan sesuatu kepada pacarnya. Setelah keesokan harinya, karena belum pernah berbuat bohong kepada siapa saja, bang Mandra seperti tidak nyaman dengan uang yang ia ambil. Ia merasa tidak nyaman, tingkah laku aneh seperti orang yang menyimpan sesuatu tapi tidak mau orang lain mengetahuinya. Hingga akhirnya bang Mandra berkata jujur kepada mak nyak bahwa ia pernah mengambil uang setoran. 
 
  Dari contoh tersebut bisa dilihat bagaimana orang Betawi mengutamakan sikap jujur kepada siapa saja. Karena orang Betawi menganggap bahwa kejujuran merupaka salah satu kunci kesuksesan kita dalam menjalani hidup. Dengan kita bersikap jujur maka banyak juga orang yang akan senang dengan keberadaan kita. Maka dari itu kita mesti bisa mencontoh kebiasaan orang Betawi yaitu bersikap jujur. Jangan mencontoh gaya berbicaranya saja yang banyak mengatakan bahwa orang Betawi terkenal dengan berbicara nyablak.

 Selain bersikap jujur, orang Betawi sangat peduli dengan tetangga. Itu ditunjukkan dengan mereka bersikap ramah dengan para tetangga – tetangganya. Selain itu juga peduli akan lingkungan sekitar. Sopan kepada orang yang usianya lebih tua dan saling menghormati. Tidak pernah berbicara kasar dengan orang yang usianya lebih tua.