Jika autisme berada dibawah kategori gangguan perkembangan dan tidak lagi dibawah kategori penyakit mental, maka segera menjadi jelas bahwa ketiadaan motivasi bukanlah salah satu masalah autisme yang mendasar. Dulu ada anggapan bahwa prestasi intelektual yang rendah pada anak - anak penderita autisme merupakan akibat suatu penolakan secara sadar untuk berinteraksi secara sosial. Tapi seperti yang di tulis oleh Rutter(1983) :
- Jika prestasi intelektual mereka yang rendah merupakan akibat dari ketiadaan motivasi sosial maka mereka semua tanpa terkecuali mendapatkan skor yang rendah dalam tes IQ hal ini tidak terjadi.
- Tes IQ memiliki nilai prognosis (ramalan) yang sama bagi anak - anak autistik (teristimewa mereka yang mendapatkan skor rendah) seperti halnya bagi anak - anak normal. Keduanya berkaitan dengan prestasi di sekolah dan tingkat kemandirian masa dewasa yang di harapkan dapat tercapai.
- Lebih jauh lagi, suatu perbaikan pada "bagian psikologis" mereka (sebagai contoh, keterlibatan sosial yang meningkat) tidak mengarah kepada bagian intelegensi yang lebih tinggi.
- Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa skor IQ tidak tergantung pada motivasi. ( Tentu saja ini tidak berarti bahwa motivasi tidak dapat mempengaruhi prestasi, seperti yang terjadi pada anak - anak yang tidak mengalami kecacatan maupun yang terbelakang secara mental). Dalam beberapa tes, jika anak - anak gagal dalam tugas - tugas pertama, mereka diberi tugas - tugas yang lebih sederhana yang dapat mereka kerjakan dengan lebih baik. Jika mereka menjawab pertanyaan dengan tepat mereka di beri tugas - tugas yang lebih sulit hingga mereka sampai pada tingkat melakukan kesalahan - bukan karena kurangnya motivasi tapi karena tugas - tugas tersebut menjadi terlalu menjadi terlalu sulit.
- Akhirnya, serangan epilepsi yang dialami oleh anak - anak penyandang autisme dikaitkan dengan IQ yang rendah ; satu dari tiga anak penyandang autisme yang terbelakang secara mental dan menderita epilepsi setara dibandingkan dengan satu dari duapuluh penyandang autisme yang memiliki kemampuan lebih baik. Hal ini tidak dapat dijelaskan dengan kekurangmampuan dalam keterlibatan sosial atau motivasi (dorongan).
IQ yang rendah bukan merupakan akibat dari motivasi sosial yang lemah. Sejak awal, keterbelakangan mental dan autisme berjalan seiring. Cara yang harus ditempuh oleh para orang tua dengan bersabar dalam menerima reaksi - reaksi pengabaian dari penderita autisme yang menafsirkan ketidakberdayaan sebagai ketidakbersediaan.
sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters
Tidak ada komentar:
Posting Komentar