Rabu, 20 April 2011

PRIVASI, PERSONAL SPACE ( RUANG PERSONAL), TERITORIALITAS.

PRIVASI
 
  Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986). 
  Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. 
  Altman (1975), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengotrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama, unit sosial yang digambarkan bias berupa hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu ke pihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukkan suatu kontrol yang selektif atau suatu proses yang aktif dan dinamis.
  Dalam hubungan dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat – saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah ) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal itu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut : 

Perilaku verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya.
Perilaku non-verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.
Mekanisme kultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adapt istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975;Altman & Chemers dalam Dibyo Hartono, 1986).
Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Sommer (dalam Altman, 1975) mendefinisikan beberapa karakteristik ruang personal. Pertama, daerah batas diri yang diperbolehkan dimasuki oleh orang lain. Ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi individu sehingga tidak kelihatan oleh orang lain.
Teritorialitas
Pembentukan kawasan territorial adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.

  Sementara itu Marshall (dalam Holahan, 1982); Sarwono (1992) berusaha membuat alat yang berisi serangkaian pernyataan tentang privasi dalam berbagai situasi (dinamakan Privacy Preference Scale) dan ia menemukan adanya enam jenis orientasi tentang privasi yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu tingkah laku menarik diri (withdrawal) dan mengontrol informasi (control of information). Tiga orientasi yang termasuk dalam tingkah laku menarik diri adalah solitude (keinginan untuk menyendiri), seclusion (keinginan untuk menjauh dari pandangan dan gangguan suara tetangga serta kebisingan lalu lintas) dan intimacy (keinginan untuk dekat dengan keluarga dan orang-orang tertentu, tetapi jauh dari semua orang lain). Tiga orientasi lain yang termasuk dalam tingkah laku mengontrol informasi adalah anonymity (keinginan untuk merahasiakan jati diri), reserve (keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain) dan not-neighboring (keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga).
  Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain, dengan cara mendekati atau menjauhi. Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu. Menurut Sarwono (1992) privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya.

1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI

   Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, faktor budaya.

FAKTOR PERSONAL. Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy.
FAKTOR SITUASIONAL. Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasaan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
FAKTOR BUDAYA. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).

2. PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU

   Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
   Maxine wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakkan.
   Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Keterbukaan membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas dengan orang lain dalam banyak situasi.
   Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada diungkapkan oleh Westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari.
   Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.
PERSONAL SPACE (RUANG PERSONAL)
   Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa studi personal space merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka berkelahi, terbang, dan jarak sosial antara yang satu dengan yang lain. Kajian ini kemudian ditransformasikan dengan cara membentuk pembatas serta dapat pula diumpamakan semacam gelembung yang mengelilingi individu dengan individu lain.
   Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak atau daerah disekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
   Menurut Edward T. Hall, seorang antropog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yang meliputi : jarak intim, jarak personal, jarak sosial, jarak publik. Kajian ini kemudian dikenal dengan istilah Proksemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi (dalam Altman, 1975).

TERITORIALITAS

   Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.


ELEMEN-ELEMEN TERITORIALITAS
   Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
1. kepemilikan atau hak dari suatu tempat;
2. personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu;
3. hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar dan;
4. pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasaan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.


  Hubungan antara privasi, ruang personal, dan teritorialitas dengan psikologi lingkungan yaitu : berdasarkan pengertian masing-masing dapat disimpulkan bahwa manusia memerlukan privasi untuk dirinya sendiri dan agar orang lain tidak tahu serta manusia membutuhkan ruang personal agar mereka bias terlepas dari kepenatan dan kesesakan dan bias menjadi suatu tempat dimana manusia menarik dirinya dari kerumunan orang sekitarnya serta manusia juga memerlukan teritorialitas yang dimana mereka mempunyai tempat untuk dirinya sendiri.


Sumber : Prabowo, H. 1998. Arsitektur, psikologi dan masyarakat.