Selasa, 27 April 2010

Autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

Kesulitan Metafora : memahami kiasan secara harfiah 

  Masalah lain bagi para autistik dengan kemampuan verbal ditimbulkan oleh ungkapan kiasan, kata - kata abstrak yang terlalu "sulit dipahami" dan kata - kata yang memiliki makna ganda. Contohnya banyak : 

  • Ketika seorang anak laki - laki setelah berhujan - hujan diminta membersihkan kaki, dilepaskannya sepatu dan kaos kaki lalu menggosokkan kakinya dikeset kaki.
  • Seorang anak laki - laki panik ketika mendengar ibunya mengungkapkan ingin "menangis" ( dalam bahasa inggris to cry her eyes out) yang diartikan secara harfiah oleh anak itu ( mengeluarkan air mata).
  • Ketika si Ibu mengatakan gulanya habis (run out), si anak mulai mencari lubang karena ia mengartikan kata - kata ibunya sebagai " luber".
  • Sang ayah dan paman sedang membicarakan seoramg teman yang beruntung. "Dia berhasil menang besar ( hit the jackpot)", kata mereka. "Wah, rasanya pasti sakit", kata sang anak autistik yang mengartikan kata - kata ayahnya sebagai "memukul"(mesin) jackpot."
  • Seorang anak berkeras meletakkan sepedanya di dalam rumah tiap malam. Orang tuanya baru mengetahui penyebabnya setelah beberapa minggu kemudian : si anak pernah mendengar seseorang berkata, " Malam telah tiba ( night is falling). Yang secara harfiah diartikanya sebagai "malam telah jatuh".
  • Seorang anak laki - laki autistik mendengar seseorang membicarakan pamanya yang sakit. "Dia sudah berada ( has been nailed) di tempat tidur selama tiga minggu". Anak itu lari memberitahu ibunya, " paman Jhon dipaku (is nailed) ditempat tidurnya", katanya, "dia tidak luka karenya".

Tentang bentuk - bentuk komunikasi

  Sampai sekarang kita telah membicarakan para penyandang autisme yang telah mencapai tingkat verbal yang baik atau cukup baik, tapi bagaimana dengan yang lain? Hampir semuanya memiliki IQ dan tingkat perkembangan yang lebih rendah. Hal ini menjadikan sulit untuk melihat hubungan antara suara bahasa abstrak dan benda - benda, orang dan kejadian yang berhubungan dengannya.

  Karena komunikasi verbal bersifat terlalu abstrak, kita harus membantu mereka dengan menggunakan sistem komunikasi visual, di mana hubungan antara lambang dan makna menjadi jauh lebih terlihat(ikonik/berlambang). Pada saat yang sama kita harus menahan diri untuk tidak menggunakan bahasa tanda sebagai alat komunikasi alternatif bagi penyandang autisme. Terlalu banyak tanda memiliki makna hampir sama abstraknya seperti kata - kata : tidak tersedia cukup hubungan visual antara tanda dan maknanya. Itu sebabnya mengapa pengajaran bahasa tanda menuntut pemahaman yang terlalu tinggi bagi penyandang autistik. Mereka tidak sekreatif kita ; mereka tidak bisa menciptakan kembali tanda - tanda ini dengan mudah meskipun mereka memahaminya.

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters.

Autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

Ekolali sebagai usaha untuk memiliki

  Jika kita telah memahami masalah yang dimiliki anak - anak penyandang autisme saat mempelajari kata - kata sederhana. Kita juga dapat membayangkan mengapa begitu banyak kalimat mereka memiliki kreativitas dan daya cipta, membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan oleh orang lain. 

  Anekdot - anekdot sering mengungkapkan lebih banyak dibanding satu halaman teori, jadi berikut ini adalah beberapa contoh diantaranya.

  Liz berusia 5 tahun. Dia tidak bicara tapi dapat menyanyikan sekitar lima buah lagu di luar kepala. Dia menyanyikan kata - kata "air", "susu", "roti", tapi jika dia lapar atau haus, dia hanya menarik tangan ibunnya dan menuntunnya ke dapur. Mengapa dia tidak mengatakan bahwa dia minta susu? Bagaimana pun, dia mengetahui kata yang harus digunakan. Kadang - kadang orang berkata, " saya sudah bilang. Sebenarnya dia mampu, tapi tidak mau." Tapi ada perbedaan yang besar antara sebuah kata yang diulang dan sebuah kata yang yang digunakan secara kreatif. Ketika menyanyikan lagu di luar kepala kita menggunakan proses sisi kanan otak. Sebuah kata dan dan nyanyian tidak dianalisa maknanya, tapi disimpan di dalam otak dengan cara yang agak dangkal dan diulang sesudahnya. Untuk menggunakan sebuah kata secara kreatif mula - mula anda harus menganalisa maknanya, dan proses tersebut dilakukan di sisi kiri otak.

  Dalam bacaan autisme " menetapnya situasi belajar tahap awal" selalu dijadikan acuan. Ini berarti bahwa ucapan seperti yang dikatakan oleh penyandang autis memilik asal - asul yang jelas dan tetap menyimpan makna yang sama. Anda dapat menemui hal ini terus menerus. Di sini sebagai contoh, sangatlah sederhana : Brian berada di kelas autisme di mana para gurunya memberikan dorongan setiap hari, baik untuk usaha yang dia lakukan maupun penyelesaian suatu pekerjaan. 

  Suatu pemahamaan yang lebih jelas tentang ekolali yang tertunda berlawanan dengan kalimat klise tentang anak autistik yang menghindari kontak. Ada yang menemukan bahwa justru sebaliknyalah adalah benar, anak - anak itu berusaha mengambil bagian dalam pembicaraan, mereka berusaha berkomunikasi, hanya saja mereka melakukannya sebatas dengan kemampuan. Nyatanya ekolali bukanlah sesuatu yang tidak biasa. Jika seorang anak yang tidak cacat disuruh melakukan sesuatu yang disampaikan dalam bahasa yang dia mengerti, dia akan melaksanakannya. Jika anda mengatakan, " ambil buku itu", dia akan mengambilnya. Jika anda menggunakan kata - kata lain diluar pemahamannya, dia akan cenderung mengulanginya secara harfiah/apa adanya. Jika anda berkata, " buku abrakadabra", dia akan mengulangi kata - kata itu " buku abrakadabra".

  Lebih jauh lagi, ekolali bukan tidak biasa dalam perkembangan bahasa tahap awal. Penelitian tentang perkembangan bahasa yang normal mengacu pada " bayi - bayi kata" dan "bayi - bayi intonasi/nada bicara". Bayi - bayi kata menggunakan cara - cara belajar bahasa yang normal. Kata - kata pertama mereka benar - benar merupakan kalimat satu kata : "susu" berarti "saya mau minum susu,beri saya susu". Maknanya berasal dari kata tersebut. 

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters.

Minggu, 25 April 2010

Autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

  Komunikasi

1.Jenis "kognitif yang kaku" pada penyandang autisme

  Kesulitan yang mereka hadapi dalam memaknai dan memahami apa yang mereka lihat tercermin dalam ciri utama autisme : gangguan kualitatif dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial dan imajinasi.

1.1 "Gangguan kualitatif" : ekolali sebagai sebuah contoh

  Ciri - ciri autisme tidak boleh dipandang secara absolut. Ekolali (pengulangan kata - kata atau kalimat, segera atau tertunda) sering dikaitkan dengan autisme. Penelitian memang menunjukkan bahwa sebagian besar penyandang autisme muda yang berkemampuan verbal memiliki ciri ekolali. Bagaimana pun, ekolali bukan merupakan ciri autisme yang penting. Dalam perkembangan bahasa yang normal semua anak menunjukkan bentuk - bentuk ekolali. Dalam periode tertentu dalam perkembangan mereka normal saja jika menunjukkan ekolali.

  Orang juga dapat menemukan gejala ekolali di antara anak - anak terbelakang mental tanpa autisme, tapi ekolali disini normal bagi usia mental mereka. Jadi jika ekolali hanya dikaitkan dengan keterlambatan ( aspek kuantitatif ) dalam perkembangan, ini bukanlah gejala autisme. Ekolali hanya bisa dianggap suatu ciri autisme jika muncul pada usia mental yang lebih tinggi. Bagi orang anak penyandang autisme dengan usia mental 5 tahun, tidaklah normal jika masih menunjukkan ekolali. Ini mungkin dianggap sebagai " gangguan kualitatif". 

1.2 Komunikasi dan jenis kognitif yang kaku

  Sebuah studi banding yang dilakukan oleh Menyuk dan Quill (1985) memberikan informasi yang menarik tentang hal ini. Mereka mempelajari perkembangan makna dalam bahasa pada anak - anak yang normal dan anak - anak autistik. (Harus dimengerti di sini dan dalam contoh - contoh lainnya bahwa kita bicara tentang anak - anak dengan tingkat perkembangan tertentu. Contoh ini tidak boleh disamaratakan pada semua anak penyandang autisme). 

  Telah ditunjukkan bahwa, selama tahapan paling awal dalam kemahiran berbahasa, anak - anak normal biasanya membuat kesalahan penyamarataan yang berlebihan. Sebagai contoh, mereka memahami hubungan antara suara, seperti " kursi" dengan benda "kursi". Bagaimana pun dalam jangka waktu pendek, mereka juga memiliki kecenderungan untuk menyebutkan sofa, tempat duduk tanpa sandaran atau bangku dengan "kursi". 

  Sama dengan itu, anak - anak kecil menyebut sebuah benda sebagai "gelas" tapi juga menggunakan kata yang sama untuk cangkir atau gelas kimia dan bahkan botol, karena semua bisa digunakan untuk minum. Setelah itu, mereka menyadari kesalahan itu dan memperbaikinya sendiri. Yang menarik dari kesalahan ini adalah bahwa orang dapat melihat bagaimana pikiran mereka bekerja. Mereka memiliki kecenderungan intuitif untuk terbawa makna dan bukan persepsi ketika mengembangkan pengetahuan. Hal terpenting pada pemahaman mereka terhadap kata " kursi" bukanlah penampilan sebenarnya dari kursi yang terlihat, tapi makna dibaliknya : yaitu sesuatu untuk diduduki.

  Dalam tahap - tahap awal perkembangan bahasa pada anak - anak penyandang autisme, orang tidak menemukan jenis kesalahan ini-sebenarnya, sebaliknya justru sering benar. Seorang anak penyandang autisme memiliki kecenderungan untuk menggunakan suara " kursi" untuk satu kursi tertentu, dengan tinggi tertentu, warna tertentu, dengan empat kaki. Dari sudut pandangnya, tidak masuk akal kalau benda yang lebih besar, dengan warna berbeda atau dengan tiga kaki diberi sebutan yang sama. Pemahaman dasarnya, berdasarkan apa yang dia lihat, terlalu terbatas untuk kemungkinan membuat generalisasi/penyamarataan spontan.

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters 

Senin, 19 April 2010

AUTISME SEBAGAI SUATU GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF

Eksperimen Kognitif dengan anak - anak penyandang autisme

  Mereka yang ingin menolong penyandang autisme perlu mengerti bahwa bukan hanya perkembangan mereka yang lebih lambat, tapi juga perkembangannya " tidak biasa " ada gangguan " kualitatif " lain. Bagaimana kita memahami masalah - masalah yang tidak biasa ini, yaitu masalah pemaknaan dan pemahamaan?

  Para peneliti Inggris, Hermelin dan O' Connor, pertama kali mempublikasikan penemuan penting mereka pada tahun 1970 dalam buku Psychological Esperiments with Autistic Children. Penelitian mereka sederhana dan mengagumkan. Mereka meminta tiga kelompok anak - anak dengan usia mental yang sama ( anak - anak penyandang autisme, anak - anak biasa dan anak - anak cacat mental tanpa autisme ) untuk mengerjakan beberapa tugas. Mereka memutuskan untuk memilih anak - anak autistik tanpa cacat mental karena ini memberi mereka kesempatan yang terbaik untuk mendapatkan suatu gambaran autisme murni, yaitu, yang tidak disulitkan oleh suatu keterbelakangan mental yang terkait. Secara normal orang berharap bahwa dalam eksperimen seperti ini anak - anak pada usia mental yang sama akan memiliki tingkat pencapaian yang sama. 

  Karena itu mereka membuat hipotesis dan dapat membangun eksperimen - eksperimen yang serupa. Jika semua eksperimen menguatkan hipotesis awal, ini dapat dianggap sebagai pembuktian ilmiah.

Kemampuan yang terbatas untuk memaknai gestur/gerak isyarat. 

  Serangkaian pengujian kognitif belakangan ini menguatkan kesulitan - kesulitan yang berkaitan dengan pemaknaan ini. Pengujian - pengujian ini di rancang dengan cara yang sama seperti pengujian sebelumnya, dilakukan pengukuran prestasi tiga kelompok anak - anak ; satu kelompok autistik, satu kelompok cacat mental, dan kelompok ketiga terdiri dari anak - anak biasa, semua dengan usia mental 5 tahun ( Attwood dkk., 1986).

  Para peneliti tersebut mendapati bahwa anak - anak penyandang autisme menggunakan gestur " instrumental " sama banyak seperti yang digunakan oleh dua kelompok lainnya. Gestur - gestur itu sangat "ikonis" ( terdapat hubungan yang jelas antara gambar dan makna). Bagaimanapun, ketika rangkaian kedua yaitu, "gestur ekspresif", diujikan, para peneliti menemukan bahwa anak - anak penyandang autisme tidak menggunakannya sama sekali, meskipun anak - anak biasa dan khususnya mereka yang menyandang down syndrome, tidak memiliki kesulitan tertentu dalam penggunaannya.

  Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan antara kedua jenis gestur ini pasti terletak pada kepelikanny. Seseorang tidak dapat melihat dampak gestur "ekspresif" secar langsung ; gestur ini digunakan untuk mengungkapkan emosi dan keadaan pikiran yang kompleks / rumit. Meski demikian kita mungkin juga mengartikan temuan - temuan ini secara berbeda. "Gestur ekspresif" jauh lebih sulit untuk diidentifikasi bagi anak - anak yang mengalami kesulitan untuk memahami hal - hal yang melebihi pemahaman harfiah mereka. 

Sumber : buku panduan autisme lengkap, Theo Peetrs

Kamis, 15 April 2010

Autisme sebagai gangguan perkembangan pervasif

  Autisme dalam kombinasi dengan cacat lain. Autisme adalah titik awal yang tepat bagi pendidikan

  Ketika gangguan - gangguan lainnya ada ( cacat mental, ketulian, kebutaan, dan lain - lain), masalah autisme masih perlu dipikirkan lebih dulu ketika merencanakan pendidikan. Jelas bahwa masalah - masalah yang melibatkan pemaknaan dan pemahamaan tentang makna benda - benda, kejadian, dan orang lain harus dihadirkan lebih dahulu.

  Cacat mental adalah sebuah masalah keterbelakangan, menjadi buta, tuli atau mengalami cacat panca indra lainnya tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menikmati kehidupan yang bermakna. Bagaimana pun, bagi penyandang autisme, hidup memang kacau secara alami, situasi tampaknya terjadi secara kebetulan. Masalah pemaknaan dan pemahaman harus ditangani lebih dahulu, masalah lainnya ditangani kemudian. Ini menjelaskan mengapa anak - anak cacat mental disertai autisme, seperti juga anak - anak tuli atau buta yang menyandang autisme,dapat memperoleh manfaat dari kelas autisme, karena yang lebih dahulu ditangani adalah masalah yang berkaitan dengan makna.

  Autisme tanpa cacat mental? Ya dan tidak

  Dua puluh persen penyandang autisme dianggap memiliki IQ rata - rata atau di atas rata - rata. Apakah artinya? Seorang birokrat pemerintah yang tidak mengenal baik masalah ini tidak ragu lagi akan menemui kesulitan untuk memahami mengapa seseorang yang memiliki IQ rata - rata atau di atas rata - rata masih membutuhkan pendidikan khusus.

  Kami telah menjelaskan bahwa kata " autisme" bukanlah istilah yang terbaik untuk menggambarkan masalah - masalah pemaknaan dan pemahaman makna segala hal. Ungkapan " gangguan perkembangan pemahaman" lebih mendekati. Kecerdasan " rata - rata" dan " di atas rata - rata juga tidak cukup menggambarkan keadaan orang - orang seperti itu secara tepat karena para penderita autisme dengan kecerdasan di atas rata - rata sering mengalami hambatan yang berat dalam kemampuan sosialnya.

  Sebenarnya kita bisa menarik manfaat dengan meluangkan sedikit waktu untuk meninjau apa yang kita maksud dengan " kecerdasan". Apakah kecerdasan itu? Orang kadang - kadang dengan gampang mengatakan bahwa kecerdasan adalah apa yang di ukur oleh tes intelegensi. Tujuan Binet yang sebenarnya bukanlah mengukur perbedaan individual di antar populasi rata - rata tapi untuk menemukan anak - anak yang mengalami masalah keterlambatan belajar ( atau cacat mental ) yang bukan hanya diakibatkan oleh masalah lingkungan yang merugikan saja.

  Para pencipta uji kecerdasan memberi alasan seperti ini, jika kita menggunakan alat permainan atau alat - alat perkembangan yang paling sering ditemui di rumah - rumah dari masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi dan tidak ditemui di rumah - rumah dari kelas sosial lainnya, anak - anak dari latar belakang yang lebih makmur akan langsung mendapatkan keuntungan melebihi anak - anak yang berasal dari latar belakang yang lebih rendah, hal itulah yang ingin kami hindari. Untuk tidak menggunakan alat - alat, mengajukan pertanyaan dan menganalisa situasi yang hanya ditemui dalam kelas sosial tertentu, maka kami menhindari situasi kehidupan nyata, dengan cara membuat tes - tes yang tidak diambil dari kehidupan nyata.

  Inilah yang disebut oleh Uta Frith sebagai perbedaan antara "tes" kecerdasan dan "dunia" kecerdasan ( kecerdasan yang digunakan untuk melakukan tes dan kecerdasan yang digunakan dalam kehidupan sehari - hari, kadang - kadang disebut " akal sehat"). Dia memberikan contoh anak - anak jalanan di Brazil yang tidak dapat mengerjakan soal penjumlahan di kertas ( sebuah bentuk intelegensi abstrak) tapi dapat dengan mudah menghitung uang karena mereka menjual pisang kepada turis ( bentuk intelegensi " terapan", kecerdasan praktis).

  Anda dapat melihat hal yang sebaliknya pada penyandang autisme berkemampuan tinggi. Mereka dapat mengerjakan soal penjumlahan di kertas dan diluar kepala, tapi tidak dapat menhitung uang dengan tepat dalam kehidupan sehari - hari (bayangkan karakater utama dalam film Rain  Man). Mereka kurang memiliki " akal sehat". Mereka cukup pandai dalam hal tugas - tugas abstrak tapi tidak dalam hal praktis. Dalam pengertian ini anda dapat menyebut mereka cacat secara sosial.

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters

Jumat, 09 April 2010

autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

  Jika autisme berada dibawah kategori gangguan perkembangan dan tidak lagi dibawah kategori penyakit mental, maka segera menjadi jelas bahwa ketiadaan motivasi bukanlah salah satu masalah autisme yang mendasar. Dulu ada anggapan bahwa prestasi intelektual yang rendah pada anak - anak penderita autisme merupakan akibat suatu penolakan secara sadar untuk berinteraksi secara sosial. Tapi seperti yang di tulis oleh Rutter(1983) :

  1. Jika prestasi intelektual mereka yang rendah merupakan akibat dari ketiadaan motivasi sosial maka mereka semua tanpa terkecuali mendapatkan skor yang rendah dalam tes IQ hal ini tidak terjadi.
  2. Tes IQ memiliki nilai prognosis (ramalan) yang sama bagi anak - anak autistik (teristimewa mereka yang mendapatkan skor rendah) seperti halnya bagi anak - anak normal. Keduanya berkaitan dengan prestasi di sekolah dan tingkat kemandirian masa dewasa yang di harapkan dapat tercapai.
  3. Lebih jauh lagi, suatu perbaikan pada "bagian psikologis" mereka (sebagai contoh, keterlibatan sosial yang meningkat) tidak mengarah kepada bagian intelegensi yang lebih tinggi.
  4. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa skor IQ tidak tergantung pada motivasi. ( Tentu saja ini tidak berarti bahwa motivasi tidak dapat mempengaruhi prestasi, seperti yang terjadi pada anak - anak yang tidak mengalami kecacatan maupun yang terbelakang secara mental). Dalam beberapa tes, jika anak - anak gagal dalam tugas - tugas pertama, mereka diberi tugas - tugas yang lebih sederhana yang dapat mereka kerjakan dengan lebih baik. Jika mereka menjawab pertanyaan dengan tepat mereka di beri tugas - tugas yang lebih sulit hingga mereka sampai pada tingkat melakukan kesalahan - bukan karena kurangnya motivasi tapi karena tugas - tugas tersebut menjadi terlalu menjadi terlalu sulit.
  5. Akhirnya, serangan epilepsi yang dialami oleh anak - anak penyandang autisme dikaitkan dengan IQ yang rendah ; satu dari tiga anak penyandang autisme yang terbelakang secara mental dan menderita epilepsi setara dibandingkan dengan satu dari duapuluh penyandang autisme yang memiliki kemampuan lebih baik. Hal ini tidak dapat dijelaskan dengan kekurangmampuan dalam keterlibatan sosial atau motivasi (dorongan).

  IQ yang rendah bukan merupakan akibat dari motivasi sosial yang lemah. Sejak awal, keterbelakangan mental dan autisme berjalan seiring. Cara yang harus ditempuh oleh para orang tua dengan bersabar dalam menerima reaksi - reaksi pengabaian dari penderita autisme yang menafsirkan ketidakberdayaan sebagai ketidakbersediaan.

sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters   

autis

    Bukan penyakit mental maupun psikosis (penyakit kejiwaan)

  Penting untuk diingat bahwa autisme tidak lagi dikelompokkan sebagai penyakit mental atau psikosis seperti dahulu. Pada tahun 1970 diterbitkan majalah ilmiah profesional internasional tentang autisme, majalah ini sangat penting. Semula majalah ilmiah tersebut bernama The Journal Of Autism and Childhood Schizoprenia (majalah ilmiah tentang Autisme dan masa kanak - kanak penderita schizoprenia). Kemudian diubah menjadi Journal Of Autism and Developmental Disorders (majalah ilmiah tentang Autisme dan gangguan perkembangan. Sejak saat itu sebagian besar peneliti menjadi yakin bahwa penyelidikan tentang hubungan antara autisme dan penyakit mental menjadi kurang berarti dan lebih relevan untuk mengarahkan penelitian di masa depan ke arah pembandingan antara autisme dengan gangguan perkembangan lainnya.

  Istilah "penyakit mental"menunjukkan bahwa bentuk perawatan mula - mula bersifat psikiatrik (kejiwaan) ; ketika perawatan psikiatrik terbukti cukup berhasil maka kemudian perhatian kepada (beberapa bentk) asuhan dan didikan. Dalam kasus gangguan perkembangan pervasif, pendidikan khusus merupakan prioritas pertama dalam perawatan. Pada kondisi tertentu juga diperlukan perawatan psikiatrik. Untuk autisme, sebagai contoh, hal tersebut mungkin harus diterapkan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapi oleh para penyandang autisme berkemampuan tinggi dalam memahami bahwa mereka memiliki kecacatan dan usaha mereka untuk menyembunyikannya. Mereka sering berusaha keras melakukannya tetapi terus dihadapkan pada ketidakberdayaan mereka. Ini akan menyebabkan sebagian besar dari mereka merasa depresi (tertekan). Perawatan terbaik untuk mengatasi depresi yang mereka derita bisa diperoleh dari seorang psikiater dengan spesialisasi autisme.

  Perbedaan penting lainnya antara gangguan perkembangan pervasif dan penyakit mental adalah menyangkut tujuan akhir perawatan. Seseorang yang sakit mental, dulu pernah "normal" sehingga di usahakan untuk membuatnya "normal" kembali. Dalam kasus autisme kita harus menerima kenyataan bahwa gangguan perkembangannya bersifat permanen(tetap). Karena itu tujuan perawatannya adalah untuk mengembangkan berbagai kemungkinan dalam batasan - batasan tersebut, dengan kata lain mempersiapkan si anak untuk menghadapi kehidupan dewasanya sehingga bisa berintegrasi (menyatu) dalam masyarakat dengan sebaik mungkin ( dengan tetap mendapat perlindungan).

  Penting sekali srtinya jika psikiatri menguatkan definisi autisme ini. Dengan demikian autisme akan dapat didiagnosa secara lebih tepat dalam dunia psikiatri dan dibedakan dari gangguan - gangguan psikiatrik yang sebenarnya. Dalam hal ini, psikiater dapat membantu menunjukkan sistem perawatan yang terbaik dan, seperti yang telah kita katakan, pada akhirnya memberikan dukungan tambahan jika seseorang penyandang autisme berkembang pada masalah - masalah psikiatrik lainnya.

sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters

Kamis, 08 April 2010

autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

     1.1 Apakah autisme itu?berapa banyak penderitanya?

     Bagaimana anda mengetahui seseorang menderita autisme?

Untuk itu harus melihat pada kriteria yang telah didefinisikan oleh ahli medis. Kriteria yang paling sering digunakan adalah yang di definisikan oleh world health organization,yang terdapat dalam ICD-10(international classification of disease),edisi ke-10(WHO,1987) dan the DSM-IV(diagnostic statistical manual,edisi ke-4, dikembangkan oleh american psychiatric association) (APA,1994).

     Definisi gangguan autistik dalam DSM-IV sebagai berikut.

A.Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1,2 dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1,paling sedikit satu pokok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.

B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang  ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal dalam paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi sosial,bahasa yang digunakan dalam perkembangan sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial,atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.

C. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah Gangguan Rett,Gangguan Integratif Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.

      Semula ada anggapan bahwa lima dari 10.000 orang adalah penyandang autisme,tapi penelitian epidemiologi saat ini, yang menggunakan kriteria DSM III-R, telah menunjukkan hasil lebih besar yaitu 10 dari 10.000 orang.

     Jika orang menggunakan definisi autisme secara edukasional (termasuk penderita autisme muda dan gangguan - gangguan yang terkait) dan bukannya definisi medis ( sampai saat ini kriteria yang digunakan terutama berasal dari kalangan profesi medis)terdapat paling sedikit 20 orang dari 10.000 orang penyandang autisme.

       1.2 Golongan retardasi (hambatan) mental dan gangguan belajar.

   Dalam DSM-IV ( seperti juga dalam ICD-10) autisme ditempatkan di bawah kategori "gangguan perkembangan pervasif", antara "retardasi mental"dan "gangguan perkembangan spesifik".

  Dibawah kategori "retardasi mental",dapat dikatakan bahwa perkembangan menjdi lambat. Seseorang yang mengalami retardasi mental menjalani tahapan perkembangan yang sama seperti anda dan saya ,tapi lebih lambat. Usia mentalnya selalu lebih rendah dari usia kronologisnya.

  Dibawah kategori "gangguan perkembangan spesifik" kita dihadapkan pada perkembangan yang lambat atau tidak normal pada suatu bidang kemampuan tertentu. Sebagai contoh, seorang penderita disleksia memiliki satu kesulitan yang luar biasa dalam belajar. Meskipun intelegensinya normal, dia memiliki kesulitan yang tidak biasa dalam belajar membaca.

   Bila ditemukan beberapa bidang " gangguan kualitatif" maka kita merujuk pada " gangguan perkembangan pervasif". Lalu, gangguan perkembangan perfasif, seperti autisme kemudian digolongkan di antara retardasi mental dan gangguan belajar. Karakteristik yang paling penting dari golongan gangguan perkembangan perfasif adalah terdapatnya "gangguan dominan yang terdiri dari kesulitan dalam pembelajaran keterampilan kognitif ( pengertian),bahasa,motor (gerakan) dan hubungan kemasyarakatan". Dengan menggunakan istilah "gangguan kualitatif" kita memahami bahwa gangguan yang terjadi mungkin disebabkan oleh lebih dari sekedar perkembangan yang lambat ( seperti dalam kasus retardasi mental) atau suatu kecacatan sekunder ( sensorik atau motorik). Penderita gangguan perkembangan pervasif dapat terbelakang secara mental pada saat yang sama, tapi ini berarti bahwa ada masalah lain yang tidak berhubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Kata "pervasif" menyatakan bahwa seseorang menderita kerusakan jauh di dalam, meliputi keseluruhan dirinya. Inilah ,masalah yang di hadapi para penyandang autisme.

   Apa yang membuat hidup kita benar - benar berarti adalah berkomunikasi dengan orang lain, memahami perilaki mereka, menhadapi benda-benda, situasi, dan orang-orang dengan cara yang kreatif. Dalam ketiga bidang inilah para penyandang autisme menemui kesulitan terbesar dalam hidup mereka. Ungkapan "gangguan pervasif" merupakan cara yang lebih baik untuk menjelaskan apa yang terjadi pada diri mereka dibanding sekedar kata "autisme". Jika orang mengalami kombinasi kesulitan dalam perkembangan komunikasi, pemahaman dan imajinasi sosial,dan lebih jauh lagi mengalami kesulitan - kesulitan spesifik dalam memahami apa yang mereka lihat dan dengar, maka sebutan "autistik"dalam batasan pengertian "menyisihkan diri" atau " menyendiri" bukanlah definisi yang terbaik. Kesulitan mereka sebenarnya jauh lebih besar daripada karekteristik tunggal penarikan diri secara sosial ini.

sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters.