Minggu, 23 Mei 2010

Autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

Tiga serangkai gangguan : komunikasi, interaksi sosial dan imajinasi

  Pembagian penyandang autisme dewasa ke dalam kelompok "penyendiri" dan "aktif tapi aneh", seperti yang telah disebutkan, berasal dari Lorna Wing. Sekitar 20 tahun yang lalu dia dan Judith Gould memulai sebuah penelitian untuk melihat konsekuensi - konsekuensi bagi pendidikan penyandang autisme muda dan gangguan - gangguan yang terkait. Dia meneliti semua anak di Camberwell yang berusia di bawah 15 tahun yang mengalami gangguan - gangguan motorik, psikiatrik, belajar atau perilaku. Hasilnya menunjukkan bahwa 21 dari 10.ooo anak dari kelompok usia yang sama memiliki kesulitan dalam perkembangan kemampuan berkomunikasi, kemampuan interaksi sosial, dan imajinasi sekaligus. Proporsi pada orang muda yang lebih besar dari mereka yang menderita "Sindrom Kanner" atau "autisme klasik" : yang hanya diderita oleh 5 dari 10.000 anak. Menurut Leo Kanner, gejala - gejala autisme yang utama adalah :

  1. Ketidakmampuan anak untuk berhubungan secara normal dengan orang lain dan situasi sejak lahir ;
  2.  Perkembangan niat dan perilaku repetitif yang rumit ; 
  3. Keinginan yang kompulsif (memaksa) untuk mempertahankan kesamaan.

  Gangguan - gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial dan imajinasi sering saling berkaitan sehingga semuanya dapat digambarkan sebagai tiga serangkai. Anak - anak yang menderita tiga serangkai gangguan ini mungkin mendapati keseluruhan pola minat mereka didominasi oleh aktivitas - aktivitas stereotip yang repetitif, yang dapat bertahan selama berbulan - bulan atau bertahun - tahun.

  Anak - anak yang dikelompokkan sebagai anak - anak penyendiri memiliki masalah perilaku yang menunjukkan sedikit kesadaran. Masalah mereka meliputi perilaku buruk seperti mengamuk, secara tidak terduga menggigit, memukul atau mencakar, melukai diri sendiri, berkeliaran tanpa tujuan jelas,berteriak meludah atau mencoret - coret. Perilaku stereotip itu biasanya sederhana dan diatur sendiri, seperti melihat gerakan jari, melambai - lambaikan tangan atau mengayunkan badan ke depan dan belakang.

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters

Autisme sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

Disimbolisme

  Para penyandang autisme sama seperti penderita apasia ( kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata - kata karena penyakit otak), "disimbolik" berkaitan dengan apa yang mereka dengar : mereka memiliki kesulitan khusus dalam mengalisa makna informasi auditori abstrak.

  Dengan dispasia bawaan diketahui bahwa kesulitan dalam hal analisa makna dapat dikaitkan dengan tidak disfungsi atau tidak berfungsinya lobus temporal (sisi otak) kiri. Tiap orang mendapati bahwa normal saja memberikan informasi komunikatif kepada anak - anak penyandang dispasia dengan cara yang lebih mudah bagi mereka - yaitu secara visual. Mereka memiliki kesulitan beradaptasi dengan kita jadi kitalah yang harus berusaha lebih keras untuk beradaptasi dengan mereka.

  Anak - anak yang mengalami dispasia perkembangan bawaan sejak lahir tidak terganggu secara spesifik dalam analisa informasi visual abstrak mereka yang merupakan bagian dari perilaku sosial kita. Anak - anak penyandang autisme pada sisi lain memiliki kesulitan tidak hanya dalam " mendengar melampaui" informasi yang harfiah ( dan di sini kita dapat membantu mereka dengan dukungan visual), tapi juga dalam "melihat melampaui" informasi yang diberikan. Mereka juga disimbolik secara visual, dan kita harus bertanya pada diri kita apakah kita sudah cukup berusaha pada tingkatan ini untuk beradaptasi dengan kecacatan mereka. 

  Jika kita menerima bahwa penyandang autisme merupakan pelajar visual, mengapa kita tidak menganggap pendekatan autisme hanyalah suatu pendekatan dengan dukungan visual ketimbang "pendidikan terstruktur"? Bagaiman pun juga, inilah yang sebenarnya : jika dimintai saran yang berkaitan dengan pendidikan autisme di kelas atau kelompok di rumah, inilah hal pertama yang muncul dalam pikiran- alat bantu visual apa yang digunakan disini?

  Istilah "alat bantu visual" segera membuatnya menjadi jelas bahwa alatnya ada untuk menolong si anak. Ini adalah kata yang lebih bersifat "sosial" bagi sektor "sosial". Para ahli bahasa memiliki istilah yang bagus bagi komunikasi dengan alat bantu visual : yaitu augmentative learning atau komunikasi kegiatan belajar (augmentative berarti tambahan, dukungan, peningkatan). Dengan analogi ini kita juga dapat menyebut pendidikan autisme sebagai "pendidikan tanbahan yang bersifat suportif dan mendorong peningkata ( augmentative education)".

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters

  

autis sebagai suatu gangguan perkembangan pervasif

  Model pendidikan bagi perkembangan yang terbelakang tidak cocok untuk orang yang memiliki jenis kognitif yang berbeda

  Masalah komunikasi pada penyandang autisme tidak dapat dijelaskan hanya dengan usia mental yang lebih rendah. Banyak masalah komunikasi berkaitan dengan jenis kognitif mereka, jadi berbeda dengan anak - anak normal, yang memiliki konsekuensi - konsekuensi yang logis tapi sulit terjangkau bagi pendidikan mereka ; jika kita memahami bahwa mereka berbeda, kita harus berusaha menolong mereka dengan cara yang berbeda pula.

  Dalam hal ini tidak sedang berbicara tentang pengajaran komunikasi seperti makna kata tersebut, tapi tentang pengajaran tiap hal penting dalam mempersiapkan kehidupan yang seberarti mungkin. Bayangkan seorang penyandang autisme dewasa yang belajar memasang meja. Mengajarkan perkerjaan seperti ini bisa berhasil dengan menanamkan harapan tertentu bahwa seseorang berharap untuk dimengerti. Dengan kata lain, komunikasi. 

  Hal yang sama terjadi pada pelajaran lain. Tujuan pendidikan terindividualisasi anda harus dimengerti oleh si anak. Apakah anda menawarkan bantuan fisik, atau membantu dengan gambar atau kata - kata, hal ini mengacu pada komunikasi yang semestinya pada suatu tingkatan.

Sumber : buku panduan autisme terlengkap, Theo Peeters